Perjuangan Komunitas Film Indie di Sumut

https://fbcdn-sphotos-h-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash3/207208_652801291400824_1171797578_n.jpg

Tak mesti berbiaya mahal, cukup sekitar Rp 1 – 2 jutaan saja, beberapa anak Medan ternyata masih punya kreatifitas dan keberanian untuk membuat film, khususnya film indie. Selama ini memang ada anggapan kalau membuat film tentu harus punya dana besar, biasanya sampai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Akan tetapi, kali ini, anak Medan ingin membuktikan bahwa dengan biaya yang minim tetap bisa menghasilkan karya film.
Hal demikian terungkap dalam konferensi pers dan diskusi Premiere Film Omnibus “Bohong” yang diadakan di Rimba Kafe, Senin (20/5), di Jl HM Joni, Medan. Konferensi pers yang disampaikan 5 orang sutradara film (Andi Hutagalung, Imanuel, Opiq, Hendry, dan Abrar) tersebut memaparkan bagaimana perilaku berbohong menjadi hal tematik dalam film omnibus (gabungan dari 5 film pendek) tersebut. Termasuk juga bagaimana mereka membicarakan seputar proses anak Medan berkarya dan berkreatifitas saat pembuatan film ini dalam keterbatasan, misalnya menyangkut soal dana atau fasilitas saat memproduksi film-film mereka. Apalagi tentang minat masyarakat terhadap film karya anak Medan dan minusnya sponsor dari pemerintah atau dinas terkait, terutama dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumatera Utara & Kota Medan.
Menurut Andi dari Media Identitas (MiD), diluncurkannya Film Omnibus “Bohong” yang terdiri atas 5 film ini merupakan proyek idealis 5 komunitas film indie di Medan, yaitu gabungan dari, film Kong Kali Kong (produksi Media Identitas), Kontradiksi (produksi Manuproject), Segi Empat (produksi Matasapi Film), Ego (produksi Opiq Pictures), dan Seribu (produksi Rumah Film – Rufi). “Niat awalnya ingin menjelaskan kepada publik bahwa gairah dan potensi anak Medan untuk memproduksi film masih cukup baik,” jelasnya.
Mengenai tema sentralnya soal kata “bohong”, Hendry menambahkan, ke 5 film yang rata-rata berdurasi 15 menit ini bercerita tentang masifnya perilaku kebohongan dan manipulasi di semua kalangan saat ini. Ada juga kisah selingkuh yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari, penyelewengan tender project dll. Jadi, film Omnibus Bohong ini merupakan refleksi para penggiat film indie di Medan terhadap realitas yang terjadi, yaitu menyangkut perilaku berbohong yang terlanjur dianggap biasa. “Semoga film ini dapat memberi pencerahan kepada masyarakat bahwa bohong itu sesuatu hal yang salah dan mengakibatkan berbagai akibat buruk,” tutur Hendry.
Berangkat dari kenyataan inilah, Andi, Hendry, Imanuel, Opiq, dan Abrar yang tergabung dalam Komunitas Film (KoFi) Sumut meluncurkan film Omnibus “Bohong”. Bertepatan dengan Hari Kebangkitan Nasional, mereka pun berharap, peluncuran film Omnibus “Bohong” pada bulan Mei ini dapat menjadi motivasi bagi kebangkitan film Medan dan Sumatera Utara.
5 sutradara dan produser film indie ini, sangat optimis bahwa film anak Medan harus bangkit seiring dengan kekompakkan dan saling apresiasi antar insan film di Medan. “Bagaimanapun, kita butuh dukungan, baik dari para pembuat film maupun masyarakat pencinta film Medan. Sebab di omnibus ini paling tidak kami ingin mengangkat sosial budaya Medan dan Sumut melalui film. Meski dengan keterbatasan dana, tetapi kelahiran omnibus ini merupakan wujud kekompakkan insan muda film di Medan. Apalagi dengan keterbatasan dana tersebut, rasa solidaritas menjadi perekat bagi kemajuan dan kreatifitas film karya anak Medan di masa mendatang,” ujar Andi.
Adapun film-film yang berlatar belakang kota Medan dan wilayah Sumut ini akan diputar pada 21-22 Mei di Fakultas Bahasa dan Seni Unimed. Rencananya, kata Andi, film-film ini juga akan di-roadshow-kan ke beberapa daerah di Sumut, seperti di Rantauprapat, Berastagi, Tebing, dan beberapa tempat lainnya. “Tak tertutup kemungkinan juga akan diputar di luar Sumut. Tapi kami sangat ingin ada kerjasama dengan sekolah-sekolah untuk pemutaran film ini, karena pesan moral yang dibawanya dapat kita jadikan pelajaran dalam hidup” jelasnya. (Juhendri)