[TIPS] Bikin Film Dengan Budget Murah Hasil Berkualitas

Aku punya sedikit tips nih buat bikin film pendek, dengan budget murah tapi tetap menjaga kualitas (baik cerita maupun segi teknisnya). Syukur-syukur bisa menang di beberapa ajang festival. Langsung aja.

1. Anggota yang Solid




Pilih anggota film yang solid, dan sehati dengan kita. Kalo menurut aku minimal 3 orang termasuk kita sendiri, dengan rincian:

1. menguasai unsur naratif (nanti yang akan bertugas menyusun cerita, riset, dan mengembangkan adegan, biasanya juga merangkap sutradara)
2. menguasai teknis (mengerti kamera, tata cahaya, perekan audio, editing, pokoknya yg berhubungan dengan teknis)
3. ini yg penting, nantinya akan jadi line produser, orang yg pinter ngurus keuangan, ijin lokasi, minjam properti, dan sejenisnya. Biasanya kenalannya banyak. (ingat ketiga-tiganya harus sehati dulu)


2. Menentukan cerita

Pilih tema cerita yang kiranya kita kuasai, supaya gampang risetnya, gampang nyari lokasinya, gampang nyari pemain. Buatlah skenario/alur cerita yang kiranya produksinya tidak banyak memakan biaya. Misalnya pemilihan lokasi, pemilihan properti (buat yg kiranya tidak sewa), ini akan menguji kreatifitas kita. Benar-benar menguras ide untuk tahap ini

3. Pemilihan Pemain

Pilih pemain teman kita sendiri, atau kenalan kita misalnya. Supaya tidak usah keluar dana untuk sewa pemain. Syukur-syukur agan punya kenalan artis haha.

4. Alat Shoting

Pemilihan Kamera (syukur kita punya sendiri, kalo gak punya kita pinjam aja, kalo gak pnya kenalan untuk pinjam, kita PDKT aja sama orang yg punya kamera dengan imbalan di ajak suting) Gak ada batasan itu berhenti berkarya. Pokoknya kalo kita berusaha pasti dapat kamera. Bisa dapat kamera DSLR lumayan membantu. Soalnya lumayan Peka cahaya.

Pemilihan lampu untuk pencahayaan. Kalo misalnya skenario sudah tidak bisa di akalin lagi untuk ganti lokasi yang exterior dan siang hari (yg tidak membutuhkan lampu), dan memang harus menggunakan lampu, kita rakit lampu sendiri aja (aku biasanya nyopot neon kos ako buat suting, lumayan membantu)
 


- Audio recorder, kl ada yg punya alat recorder sangat membantu sekali, misalnya Zoom H4N atau Tascam.



Tapi kalo tidak ada, bisa pake mic yg murah entar rekamnya pakai laptop, yang penting bisa rekam audio.



Gak usah aneh-aneh dulu untuk belajar membuat film gan (gak harus bawa track, stadycam, jimmy jib, lensa kamera harus ada se koper) Intinya kita bisa menyampaikan pesan kepada penonton dulu, kita harus punya cerita yang bagus. Kita harus bisa belajar pada beberapa pemenang festival luar negeri, rata-rata yang menang gambarnya sederhana, tetapi inti ceritanya luar biasa.

Teknik Pengambilan Gambar

Merekam obyek dengan menggunakan camcorder atau kamera video memang gampang. Apalagi kini kamera video telah dilengkapi dengan fasilitas setelan otomatis yang sangat membantu pengguna. Seperti halnya kamera foto digital, fasilitas automatic setting bisa memberi kompensasi ketika tingkat cahaya kurang atau warna yang tak nyata.
Pada saat shooting (pengambilan gambar) biasanya terjadi transisi atau perpindahan gerakan. Transisi ini akan membimbing mata penonton untuk berpindah dari satu obyek ke obyek yang lainnya sebagai suatu hubungan. Gerakan ini terbagi menjadi 2(dua), yakni :
1. Gerakan Kamera
Subyek ataupun obyek yang dipotret berada dalam satu posisi, sedangkan yang melakukan gerakan hanyalah kamera. Beberapa gerakan kamera yang sering digunakan adalah :
  • Tilt – putaran vertical kamera dari titik tertentu. Efek : seperti kita memandang sesuatu sambil menggerakkan kepala dan pandangan mata dari atas ke bawah, atau sebaliknya.
  • Pan – putaran horizontal kamera dari titk tertentu. Efek : seperti kita dengan perlahan berputar di satu titik. Pandangan mata akan menyebar ke seluruh ruangan, atau mengikuti sebuah benda/onyek yang bergerak.
  • Zoom In – mendekatkan focus perhatian subyek/obyek. Zoom Out – menjauhkan focus perhatian subyek/obyek. Efek : seperti kita mengamati sebuah benda, lalu kita berjalan mendekatinya, ataupun menjauhinya.
2. Track/Dolly
Dalam shooting (pengambilan gambar) kita juga mengenal istilah TRACK/DOLLY yaitu merupakan hasil dari gerakan seluruh kamera yang tidak terpancang hanya pada satu titik posisi. Gerakan ini dihasilkan melalui berbagai cara. Antara lain dengan mengkaitkan kamera pada sebuah tiang atau juga menaikkan kamera di sebuah kereta dorong.
Berikut ini merupakan contoh-contoh pergerakan dalam sebuah plot :
  1. Long Shot - Jarak pengambilan gambar yang cenderung luas.
  2. Medium Long Shot - Menunjukkan eksistensi subyek pada sebuah situasi. Masih dominan pada suasana. Namun, subyek mulai diberi sedikit identitas.
  3. Full Shot - Ukuran subyek dalam sebuah frame, dari ujung kaki hingga kepala.
  4. Medium Shot - Ukuran subyek dari pusar hingga kepala.
  5. Medium Close-Up - Ukuran subyek dalam frame dari dada hingga kepala.
  6. Close-Up - Ukuran subyek dari leher hingga batas atas kepala
  7. Big Close-Up - Ukuran subyek dari batas atas dagu hingga batas atas kepala.
  8. Extreme Close-Up - Ukuran subyek pada satu anggota/bagian tubuh
  9. Variasi shot - Sebuah pengambilan gambar tanpa adanya subyek/tokoh di dalamnya. Beberapa type Variasi Shot yang sering digunakan dalam sebuah film, yaitu :
    - Establishing Shot : Sebuah penggambaran suasana ataupun situasi
    - Beauty Shot : Sebuah pengambilan gambar yang bertujuan untuk memperindah adegan.
Untuk lebih memahami tentang Shot (pengambilan gambar) kita harus memahami angle/sudut pengambilan gambar. Ada 3 angle kamera yang biasa digunakan untuk menggambarkan sebuah karakter, yaitu:
  1. Eye Level - Pengambilan gambar dengan posisi kamera sejajar dengan subyek
  2. High Level - Pengambilan gambar dengan posisi kamera lebih diatas daripada subyek
  3. Low Level - Pengambilan gambar, dengan posisi kamera dibawah subyek
Ada beragam cara untuk membuat hasil rekaman kamera video menjadi lebih berkualitas, yakni:
  1. Jangan Goyang
    Saat mulai melakukan perekaman, usahakan posisi tangan dalam keadaan kokoh. Kamera yang bergoyang sangat mempengaruhi rekaman kamera video. Agar kamera tak bergoyang, gunakan bantuan penyangga seperti tripod atau monopod. Walaupun begitu berlatih memegang kamera dengan stabil harus tetap dilakukan, karena kita tidak bisa hanya mengandalkan bantuan tripod terus menerus. Bisa dibayangkan jika kita harus selalu membawa tripod dari satu tempat ke tempat lain. Biasanya tripod digunakan untuk merekam obyek yang tidak bergerak dalam jangka waktu yang cukup lama.
  2. Mengontrol Zooming
    Apabila obyek yang dibidik terlalu jauh, usahakan untuk memakai fasilitas zooming. Meski fasilitas pembesaran tersebut sangat mudah digunakan, focus obyek harus tetap terjaga.
  3. Frame
    Mulailah mengatur komposisi antara obyek bidikan, sehingga berada dalam satu frame yang bagus. Sebuah klip yang akan direkam bisa mempunyai komposisi yang baik apabila menggunakan teknik dasar komposisi. Pertama, komposis balance, dengan membayangkan garis horizontal dan vertical. Pertemuan garis tersebut adalah titik yang tepat untuk obyek bidikan. Namun, selain itu juga dapat menggunakan komposisi yang tak biasa untuk menghasilkan efek-efek tertentu. Misalnya masalah overscan yang biasanya memotong sinyal video dan mengaburkan obyek bidikan. Sebisa mungkin aturlah ruang kosong di atas frame ketika merekam obyek.
  4. Kontinuitas
    Saat merekam, sebaiknya kita juga memikirkan jalan cerita video tersebut, agar klip memungkinkan untuk dipotong pada saat editing. Usahakan merekam satu obyek dari beragam angel atau sudut pandang. Kita bisa menggabungkan rekaman video close-up, rekaman pendek, dan wide-angel. Yang terpenting, pastikan antara satu frame dengan frame berikutnya memiliki keterkaitan. Misalnya saja, ketika kita merekam di area terbuka, maka usahakan agar pencahayaan di atur sama.
  5. Background-Foreground
    Sangat penting untuk menempatkan obyek bidikan berada dalam posisi yang nyaman dilihat di dalam sebuah frame. Pastikan foreground dan background tidak saling membuat pandangan bias. Bidiklah obyek tertentu dengan latar belakang yang kosong. Apabila background berupa suasana di pusat perbelanjaan, maka penonton tidak lagi di focus obyek utama tersebut. Hindari juga memakai background yang intrusif. Misalnya menempatkan obyek di depan pohon, sehingga kelihatan pohon tersebut tumbuh di kepalanya. Prinsip serupa bisa diterapkan untuk foreground. Pastikan tidak ada orang yang melintas di depan kamera saat anda sedang membidik obyek tertentu.

SIAPA (TIDAK) BISA BUAT FILM?

Siapa bilang tidak semua orang dapat membuat film. Yah, kalo yang dimaksud video kelas .3gp mah, anak SMP juga bisa. Tapi bukan itu yang akan saya bicarakan sekarang. Saya ingin bicara tentang film kehidupan dan cara-cara mudah membuatnya. Tetapi sebelumnya, ada satu syarat yang harus dipenuhi sebelum menghabiskan membaca artikel ini. Mari kita semua memakna film secara berbeda. Jauh berbeda dengan yang kita tonton di bioskop. Jauh berbeda yang kita tonton di layar TV kita. Mari memaknai film sebagai sebuah narasi kehidupan yang dapat kita indera dan rasai sebagai mahluk yang “menjadi”.

Baik, sekarang kita mulai dulu memahami apa itu film. Dalam penciptaannya, film adalah suatu gambar 2 dimensi yang memiliki sifat berkebalikan dengan realitas yang sebenarnya. Gambar tersebut kemudian ditembakkan ke atas sebuah media (kertas atau kain) untuk dapat menghasilkan suatu gambar yang lebih mendekati kenyataan (dan tidak terbalik). So, sekarang mari kita bersepakat bahwa film merupakan kebalikan dari kenyataan tetapi juga mendekati kenyataan.

Sedikit lagi sebelum menapak bumi, saya ingin mengajak pembaca berdansa di alam abstraksi. Bicara tentang film (atau segala sesuatu di dunia) tak bisa lepas dari waktu. Sifat film yang sangat menonjol adalah mampu menarik ingatan manusia mengenai masa lampau, yang dalam hal ini masa ketika film itu dibuat. Kebalikan dari itu, berarti film dibuat untuk kemudian dapat dinikmati di masa depan agar manusia masa depan dapat memahami apa yang terjadi di masa kini.
faces
Akhirnya sampailah kita pada bahasan tentang film yang mengalami penyempitan makna sehingga orang mengartikannya sebagai sebuah cerita yang diceritakan melalui rangsang audio-visual sehingga kita dapat menikmatinya dengan makan pop corn dan minum coke. Mungkin itulah yang akan terlintas ketika kita mendengar kata “nonton film”. Pada pengertian itu pula, kita mulai memahami bahwa film memiliki cerita. Kadang begitu dekatnya cerita dengan realitas kita sehingga film dapat memberikan inspirasi kepada penontonnya untuk “berbuat”.

Nah, jika film dipahami seperti itu, bukankah setiap hari kita selalu membuat film? Apa yang sedang kita lakukan dan pikirkan sekarang (pada saat ini) akan menjadi sebuah pengingat di masa depan. Saya ingin sedikit mengusik cerita-cerita kontemporer yang difilmkan. Sebut saja cerita Pak Habibie, mantan presiden RI ke-3. Siapa sangka apa yang dia lakukan selama berpuluh-puluh tahun yang lalu ternyata menjadi cerita yang dapat dibagikan kepada sesama dalam bentuk film layar lebar.

Keunikan dari film adalah pembuatnya memiliki kebebasan untuk memilih cerita. Dalam film Pak Habibie, produser dan sutradara kompak mengangat cerita tentang percintaan Pak Habibie dengan istrinya. Mungkin selain lebih menjual, juga disesuaikan dengan karakter penonton Indonesia yang lebih suka film bergenre “Drama”. Tapi bolehkan kita bercerita tidak tentang cinta dalam film Pak Habibie. Jawabannya tentu saja boleh (bayangkan jika film Pak Habibie menceritakan tentang Reformasi ’98! Hehe..). Kembali lagi dalam membuat film kita dibebaskan untuk memilih cerita.

Yak! Di atas saya sudah meminta pembaca untuk memahami film sebagai narasi kehidupan manusia dalam ke”menjadi”an. Tapi apa maksudnya, mari kita berjalan-jalan lagi sembari mengobrol santai. Ke”menjadi”an adalah suatu akibat dari proses memaknai sekaligus melakukan. Saya tidak ingin membuat pembaca pusing, jadi cukup segitu saja pengertian tentang ke”menjadi”an. Selanjutnya setelah kita memaknai film seperti yang telah kita lakukan di awal membaca artikel ini, mari kita cermati kembali hidup kita selama ini. Bagian mana dari hidup kita yang tidak dapat kita angkat ke dalam sebuah film. Saya bantu jawab, “TIDAK ADA!”

Benar kawan… Tidak ada semenit pun bagian dari hidup kita yang tidak dapat dibuat film. Cerita-cerita hidup kita begitu berharga. Saking berharganya sampai-sampai kita sendiri tidak menyadarinya. Kalimat tersebut klise tapi cukup powerful. Jika kawan-kawan bisa memperoleh inspirasi dari film-film layar lebar, tentu seharusnya kawan-kawan juga dapat memperoleh inspirasi dari film buatan sendiri. Pertanyaannya adalah maukah kita membuatnya?
reell
Seorang teman pernah bercerita bahwa dalam membuat film itu mudah. Kita cukup identifikasi situasi yang ada, peran para tokoh, tantangan yang dihadapi sang tokoh, aksi yang dilakukan dan penyelesaian dari masalah yang hadapi. Setelah kita identifikasikan hal tersebut maka tinggal menambahkan bumbu-bumbu ajaib dalam meraciknya. Bisa percintaan, kebencian, kemarahan, kegembiraan, intrik, pengkhianatan, kerja sama, keteladanan, kebaikan, kekecewaan ataupun kekonyolan. Semuanya tergantung selera pembuat film.

Nah, terus bagaimana membuat film jika tidak punya peralatan yang memadai?
Baik kawan, saya akan ajak anda berjalan masuk ke dalam diri dan tubuh anda masing-masing. Sekali lagi saya ingatkan, di awal kemunculannya, film bersifat kebalikan dan mendekati kenyataan. Jadi apapun yang terbalik dan mendekati kenyataan itu dapat disebut film. Masih ingatkah kawan tentang pelajaran anatomi tubuh, khususnya tentang indera penglihatan. Bahwa apa yang diterima oleh lensa mata akan dikirimkan ke otak secara terbalik dalam bentuk sinyal. Saya tambahkan, masih tentang anatomi tubuh. Kali ini berhubungan dengan sensor syaraf. Bahwasanya otak kita merangsang tubuh secara terbalik. Otak kanan merangsang bagian tubuh sebelah kiri. Otak kiri mengirimkan sinyal syaraf pada tubuh bagian kanan. So, dari awal mula penciptaan ternyata tubuh kita berkebalikan.
Lalu apa hubungannya dengan peralatan membuat film?

Dengan gegap gempita saya akan sorakkan TUBUH KITA ADALAH MEDIA YANG TEPAT UNTUK MEMBUAT FILM! Jadi segala peralatan atau perlengkapan pembuat film sebenarnya telah melekat pada tubuh dan diri kita. Dan media yang paling primitif dan paling mudah dijumpai pada tubuh kita adalah cortex cerebri. Kita biasa mengenalnya dengan istilah “memori”.  Nah, sekarang cerita apa yang ingin kita film-kan, tentu keputusan itu diserahkan kepada diri masing-masing.
filmheadIngat kawan, tidak seluruh cerita biasa kita simpan. Kita harus memilih satu di antara beberapa. Dengan begitu, kita tidak membutuhkan mekanisme “lupa” untuk me-recycle memori yang tidak kita butuhkan. Jadi, film apa yang kita butuhkan dan yang tidak kita butuhkan, mari berefleksi dengan diri kita masing-masing. Namun, apa yang harus kita lakukan untuk membuat film pertama kali?

Well, ini bukan langkah praktis. Setiap orang pasti memiliki caranya sendiri. Dalam pengalaman yang saya lakukan, pertama yang saya lakukan adalah mencermati tahun-tahun kehidupan saya ke belakang. Apa yang saya lakukan, tidak bukan adalah memberikan judul pada setiap tahun kehidupan yang saya ingati. Memang semakin muda kita, semakin berkurang ingatan kita tentang kehidupan di masa itu. Oleh karenanya, saya batasi tahun kehidupan saya dimulai pada usia 5 tahun. Paling tidak memori yang tersamar masih bisa terasa dan terinderawi secara mental.

Dari usia 5 tahun, saya teruskan berjalan ke usia-usia setelahnya. Setiap tahun pasti memiliki kesan yang mendalam. Kesan itulah yang saya pilih sebagai judul film. Misalkan pada suatu tahun kehidupan, secara financial saya mengalami krisis, maka saya akan berikan judul “Gerakan Anti Kemapanan”. Atau dalam tahun-tahun tertentu saya mengalami pasang surut percintaan, maka judul film saya adalah “Don Juanis Gagal”. Tentang judul yang bernilai positif atau negatif, hal itu bukan soal. Sekali kita memberi makna terhadap hidup kita, maka nilai positif yang akan kita dapatkan.
Baiklah, tips di atas berguna untuk pembuatan film di masa lalu. Kemudian, untuk film kita di masa depan, apa yang perlu kita siapkan? Rupanya cerita teman saya tentang membuat film bisa kita terapkan di sini. Pertama, kita cek situasi saat ini seperti apa. Lihat saja sekeliling diri kita, pekerjaan, keluarga, pertemanan, percintaan, permusuhan, persaingan dan sebagainya sebagai bahan untuk lakukan identifikasi. Selanjutnya tetapkan peran diri anda sebagai apa dalam situasi yang telah berhasil diidentifikasi.

Langkah selanjutnya adalah menetapkan tantangan apa yang akan kita hadapi dalam situasi dan peran tersebut. Dalam hal ini kita dapat berikan sedikit bumbu-bumbu ketegangan (konflik) agar tidak membosankan. Bisa itu konflik percintaan, pertemanan, pekerjaan, bisnis, keluarga, atau apapun. Berikutnya tetapkan apa yang akan diri kita lakukan dalam menghadapi tantangan tersebut. Sisi heroism bisa saja muncul dalam bagian ini. Di akhir film silahkan lihat bagaimana ending film tersebut. Apakah si tokoh utama (diri kita) berhasil menyelesaikan tantangan atau justru kegagalan yang mendera.

Apapun yang dihasilkan oleh tokoh utama, tentu akan menjadi menarik bagi penontonnya. Satu hal kawan yang ingin saya ingatkan. Penonton itu adalah diri kita sendiri di masa depan. Saya menyebutnya sebagai the future of ‘I’. Tentu di masa depan itu, kita sedang mempersiapkan film baru dengan situasi baru, peran baru, bahkan tantangan baru. Mengikutinya tentu saja cerita yang baru pula. Seperti kata Ahmad Albar hampir 20 tahun yang lalu, dunia ini panggung sandiwara, ceritanya mudah berubah.


Sumber

Bagaimana memulai ide, tema dan gagasan?

http://stat.ks.kidsklik.com/statics/files/2013/09/13796720471474792552.jpg 
Tentang apa yang disampaikan dalam cerita yang hendak dibuat? Apa temanya atau idenya? Pertanyaan mengenai ide atau tema itu harus dapat dijawab dalam sebuah uraian tentang “Siapa yang bagaimana?” Diuraikan dalam satu kalimat yang kuat.

Contoh:
Bedjo van Derlaak. Siapa yang bagaimana?
Seorang tentara Indonesia menghadapi situasi sulit saat bertemu dengan seorang tentara Belanda yang pada saat itu juga harus membantu seorang perempuan hamil untuk melahirkan.
Kita tahu bahwa Indonesia dan Belanda bermusuhan. Itu sudah menjadi sebuah konflik. Sepertinya konflik yang biasa. Bagaimana kalau ditingkatkan menjadi “ketika mereka bertemu dan saling bermusuhan pada saat itu juga mereka harus menyelamatkan seorang perempuan hamil”. Konflik menjadi semakin tajam dan tidak biasa.

Romeo dan Juliet. Siapa yang bagaimana?
Seorang pemuda bernama Romeo dari keluarga Montague bercinta dengan seorang gadis bernama Juliet dari keluarga Capulete yang saling bermusuhan turun-temurun.

Dapat dilihat adanya konflik besar yang sulit terpecahkan. Kedua keluarga pasti akan menentang percintaan Romeo dan Juliet, tetapi Romeo dan Juliet tidak bisa dipisahkan lagi.

Kita ambil contoh lain untuk melihat bagaimana konsep singkat ini dibahas dari sudut pandang lain. Umpamanya, Asrul Sani sedang menyiapkan cerita “Naga Bonar”. Lalu kita tanya pada Asrul Sani, ini cerita tentang “Siapa yang bagaimana?” Jawabnya bisa begini:

  1. Tentang “Seorang jendral laskar buta huruf, yang jatuh cinta pada gadis elit.”
  2. Tentang “Seorang jendral laskar buta huruf, yang Perjuangannya lebih sungguh-sungguh dibanding pejuang terpelajar”.
Kalau yang pertama kita pakai, maka garis besar cerita adalah mengenai perjuangan Naga Bonar mendapatkan gadis terpelajar. Adapun suasana revolusi hanya sebagai latar belakang. Tetapi jika yang kedua yang dipakai, maka cerita utamanya adalah mengenai keikhlasan perjuangan Naga Bonar dalam membela negara, sedang percintaan dengan gadis terpelajar dan lainnya hanyalah sebagai sub plot.

H.Misbach Yusa Biran. Teknik Menulis Skenario Film Cerita. Jakarta, PT Dunia Pustaka Jaya, 2006

Mencari Ide, Tema dan Gagasan

http://www.seputarukm.com/wp-content/uploads/2012/01/6a00e54fafb9508834010535cfe543970b-800wi.jpg 
Untuk membuat film salah satu yang dibutuhkan adalah script. Untuk menulis script yang bagus yang dibutuhkan adalah ide yang orisinil. Ide/tema/gagasan yang orisinil tidaklah datang dengan mudah. Sayangnya tidak ada guru yang dapat mengajarkan menciptakan ide bagus. Ide cerita yang bagus belum tentu juga sebuah script yang bagus. Banyak film pendek dengan ide bagus tetapi ketika menjadi script menjadi tidak bagus ketika proses penulisan berlangsung, apalagi kemudian diwujudkan dalam film. Menulis script adalah pekerjaan yang tidak mudah, tetapi banyak trik dan teknik yang dapat dipelajari agar memudahkan dalam penulisannya.
Salah satu pelajaran yang penting untuk menghindari ide yang klise menontonlah banyak film pendek, lihat trend apa yang sedang terjadi dan berusaha untuk memahami. Bahkan jika tidak menyukai film pendek itu tanyakan pada dirimu kenapa kamu tidak suka. Kenapa jelek? Apakah pengembangan karakter tidak cukup? Apakah ceritanya berjalan dengan baik? Tetapi pelajaran yang paling penting adalah latihan, latihan dan latihan. Jika idemu tidak terlalu orisinil cobalah untuk melihat subyek film dari sudut pandang yang lain atau gunakanlah teknik atau style yang berbeda. Tetapi jika berusaha kuat untuk menemukan gagasan yang kuat, cobalah mencari inspirasi dari pengalaman ataupun orang lain atau dari majalah, koran, internet, dan lain-lain.
Kita bisa memulai dengan ide dasar dan itu bisa apa saja. Bisa jadi tertarik akan sebuah situasi? Karakter? Sebuah aksi? Sebuah dilema? Isu sosial? Ekspresi artistik? Sebuah post-modern interpetasi sebuah kehidupan? Jika ingin membuat ide fiksi, bisa memulai dengan karakter, yang harus memikul konsep cerita.
Inspirasi bisa dicari berdasarkan:
  1. Kejadian nyata dalam hidup. Bisa diri sendiri atau orang lain.
  2. Artikel dari koran maupun majalah.
  3. Dari foto-foto, video, web camera, internet.
  4. Pengalaman pribadi; mimpi atau kenangan.
  5. Ide berdasarkan: Bagaimana jika? Sebuah pengandaian, bagaimana jika dunia hancur?

Dimana Film akan Diputar?

https://fbcdn-sphotos-g-a.akamaihd.net/hphotos-ak-ash2/574984_387500248004654_925597230_n.jpg 
Premier Menatap Layar Atap ( MANTAP ) Produksi Komfaz Production

Alasan untuk membuat film harus diikuti kemana film itu akan diputar. Membuat film pendek bisa diputar di:

  1. Rumah – Banyak filmmaker mencoba mempertontonkan/test filmnya untuk dilihat keluarga maupun teman.
  2. Rumah budaya/komunitas – Film pendek biasa diputar di kantung-kantung budaya maupun komunitas-komunitas yang tersebar di Indonesia.
  3. Kampus/Sekolah – Kebanyakan diputar di kampus bersama kine klub-kine klub atau di kegiatan ekstra kurikuler film.
  4. Internet – banyak film pendek muncul di Internet dan mendapatkan feedback dari kalangan yang lebih luas dan beragam secara international.
  5. Televisi – Jika film pendek secara kualitas bagus, channel televisi akan memutarnya. Biasanya di gabung dengan film pendek yang lain.
  6. Bioskop – sangat sulit tapi bukan tidak mungkin sebuah film pendek diputar dibioskop. Biasanya terjadi di luar negeri karena mereka mempunyai bioskop yang memutar film-film pendek.
  7. Festival – Kesempatan paling besar adalah pemutaran di sebuah festival. Bisa ditonton oleh kalangan industri dan para filmmaker yang lain. Dan jika itu merupakan ajang kompetisi akan menyenangkan jika memenangkan sebuah penghargaan.
Kenapa membuat film pendek, dan kemana film akan diputar tergantung dari ide gagasan, mewujudkan menjadi film, equipment yang digunakan, teknik, budget, jumlah kru, dan pasar yang potensial.