Oleh: Gerzon Ron Ayawaila ( Dosen dari Institut Kesenian Jakarta dan seorang sutradara film dokumenter )
Seperti sudah dinyatakan bahwa
dokumenter merupakan karya film berdasarkan realita dan fakta dari suatu
pengalaman hidup seseorang atau sebuah peristiwa sejarah. Maka untuk
mendapatkan ide bagi film realita, kepekaan terhadap lingkungan sosial, budaya,
politik dan alam semesta, disertai rasa ingin tahu yang besar dengan membaca,
berkomunikasi antar manusia dalam pergaulan, merupakan sumber inspirasi yang
tak akan habis. Ide cerita untuk film dokumenter di dapat dari apa yang anda
lihat dan dengar, bukan berdasarkan suatu hayalan yang sifatnya imajinatif.
Untuk mendapatkan ide bagi sebuah produksi film dokumenter adalah tidak semudah
mencari ide untuk cerita fiksi. Ide tema bagi dokumenter hanya dapat diperoleh
dari apa yangdilihat dan didengar. Seorang dokumentaris harus banyak
membaca, banyak mengamati lingkungannya, sering berkomunikasi dengan semua
lapisan masyarakat, berdiskusi dengan kelompok-kelompok masyarakat yang
memiliki aktivitas sosial dan budaya.
Dari hasil observasi dan analisa
terhadap apa yang kita baca, lihat dan dengar, maka barulah dapat di olah
menjadi sebuah ide untuk membuat dokumenter. Jangan terlalu cepat puas dengan
ide yang baru di dapat, karena kadang sebuah tema hanya di awal nya saja
menarik, tetapi setelah di evaluasi lebih lanjut malah hampa dan membosankan.
Demikian pula dengan subjek yang akan kita seleksi, harus dilakukan secara
teliti dengan melakukan seleksi dan pendekatan yang baik.
Dalam mencari dan menemukan ide dapat
didasari oleh dua motivasi, yaitu motivasi pribadi dan motivasi sponsor atau
produser. Motivasi pribadi itu berdasarkan ide pribadi yang muncul karena kita
tertarik pada subjek untuk dijadikan tema film dokumenter. Motivasi kedua
adalah kita hanya menjadi tim kreatif untuk memproduksi pesanan dari stasiun televisi,
rumah produksi, lembaga pemerintah, swasta dan asing. Motivasi pertama meskipun
lebih berat tetapi lebih memuaskan diri anda, tetapi anda harus mampu
meyakinkan orang lain mengenai ide tersebut dengan harapan ada sponsor yang
tertarik. Apabila motivasi anda kurang kuat maka ini akan berpengaruh pada
presentasi pada sponsor, dan tentu akibatnya akan mengalami kebuntuan sumber
dana, selanjutnya dapat mengganggu motivasi untuk terus bekerja hingga karya
tersebut selesai. Disini perlunya dokumentaris memiliki tim kompak, karena
didasari kebersamaan motivasi yang kuat maka diantara tim harus saling
mendukung. Motivasi kedua tak perlu dibicarakan panjang lebar karena sebagai
tim kreatif kita tinggal mengerjakan pesanan, meskipun tak jarang ada pula
kendala saat presentasi karya akhir serta pelunasan biaya produksinya, terutama
bila berhadapan sponsor yang awam atau nakal.
Tema & Subjek
Hal awal yang perlu anda tetapkan
adalah konsep bagi tema dan subjek yang telah dipilih. Ada tiga hal yang
mendasar yang perlu anda mantapkan yaitu;
·
Apa yang akan anda buat atau produksi ?.
·
Bagaimana anda akan membuatnya ? (kemasan, gaya, pendekatan,
bentuk) ?.
·
Untuk apa dan siapa film ini anda produksi ? (target/sasaran
komunitas) Ketiga hal ini harus di jawab dengan mantap, sebelum melangkah ke
proses berikutnya. Meskipun sederhana tetapi kadang ketiga hal dasar diatas ini
membutuhkan waktu perenungan panjang dan analisa mendalam. Para pemula umumnya
tidak memikirkan serta menentukan dengan mantap ketiga dasar konsep diatas yang
seharusnya menjadi titik tolak untuk merealisasikan ide mereka memproduksi film
dokumenter.
Tema aktual atau tidak ?
Tema dokumenter tidak sepenuhnya
mengacu pada peristiwa aktual, kadang justru dari peristiwa yang tidak aktual
dapat menjadi aktual setelah direpresentasikan melalui film dokumenter.
Meskipun tidak dipungkiri laporan faktual dapat dijadikan ide dan tema. Dari
sebuah peristiwa dokumentaris menyelam ke akar permasalahannya yang merupakan
suatu sebab akibat. Sehingga isi representasi tidak hanya sekedar lintasan
informasi global dan tidak terjebak pada kulit permasalahannya saja. Bila sensasi
menjadi sumber ide pemburu berita, justru bagi dokumenter murni menonjolkan
sensasi dapat mengurangi bobot fakta. Kecuali pada dokumenter propaganda,
dimana sensasi menjadi menu utama untuk memanipulasi fakta.
Dapat saja terjadi bahwa tema dan
subjek yang akan anda garap akan di produksi pula oleh pihak lain atau mungkin
pernah disiarkan stasiun televisi. Maka logis hal ini akan menimbulkan keraguan
untuk terus dengan rencana semula serta tema yang sudah diputuskan itu atau
membatalkannya?. Untuk menganalisa dan menetapkan tema dan subjek yang akan
digarap, ada baiknya tidak selalu melihat tema dan subjek yang di pilih itu
dari sudut pandangan publik. Tetapi justru konfrontasikan pengaruh pribadi anda
terhadap subjek dan tema yang merupakan ide anda itu. Dengan demikian anda akan
lebih berani menciptakan ide kreatif dengan arah dan pendekatan gaya yang lebih
segar. Untuk menetapkan apakah anda akan jalan terus atau membatalkannya,
dibawah ini ada beberapa pertanyaan yang perlu di jawab, sebelum melangkah pada
keputusan akhir.
1.
Apakah anda sudah memahami serta menguasai tema dan subjek
tersebut secara mantap ?. Tetapi bukan pemahaman yang kaku atau dogmatis.
2.
Apakah anda memiliki ikatan emosi kuat dengan subjek tersebut ?,
meskipun sebenarnya ada subjek lain, yang secara praktis lebih mudah digarap.
3.
Apakah antara ide, tema, dan subjek memiliki kecocokan ?.
4.
Apakah ada usaha dan motivasi kuat untuk lebih lanjut mendalami
subjek yang telah kita amati itu ?.
5.
Apakah subjek memiliki arti penting yang mendasari pokok
pemikiran ide anda ?.
6.
Hal-hal apakah yang luar biasa menariknya dari tema dan subjek
tersebut?.
7.
Dimana hal-hal khusus, unik serta berkesan dari subjek tersebut
?.
8.
Bagaimana pendalaman serta pembatasan yang dapat difokuskan,
agar film menjadi menarik dan berkesan ?.
9.
Apa yang akan dan dapat di presentasikan dari dokumenter ini,
melalui gaya pendekatan yang segar dan baru ?. Untuk memantapkan semua
pertanyaan di atas ini, perlu dilakukan riset yang mendalam terhadap subjek
yang akan di garap pengalaman hidupnya. Adalah sangat berguna apabila anda
melakukan kunjungan beberapa kali ke lokasi subjek, ini merupakan suatu proses
pendekatan terhadap subjek serta lingkungannya. Melakukan kunjungan
beberapakali kepada subjek dan lingkungannya sangat membantu dalam memberikan
rasa percaya bagi subjek, berkaitan dengan kisah pengalaman hidupnya yang akan
di rekam. Disamping itu anda dapat memperhitungkan walaupun masih secara kasar,
mengenai jumlah anggaran biaya yang diperlukan bagi produksi nanti. Sekaligus
memperkirakan lamanya jadwal dan sistim kerja
yang harus diterapkan nanti, ketika melakukan shooting.
Riset
Pengertian riset adalah mengumpulkan
data/informasi dengan melakukan observasi mendalam terhadap subjek dan
lingkungannya, sesuai tema yang akan di ketengahkan di dalam film. Pelaksanaan
riset ada yang di lakukan oleh tim riset khusus dan adapula yang dilakukan
sendiri oleh penulis naskah merangkap sutradara. Selain penulis dan sutradara
harus terjun langsung ke lapangan, juga perlu melakukan kerja sama dalam
mengumpulkan informasi dengan pakar disiplin ilmu lain. Apabila anda sudah
menentukan gaya dan bentuk penuturan apa yang dianggap sesuai dengan isi dan
tema film yang akan digarap, maka ini mempermudah pelaksanaan selanjutnya di
dalam riset. Ketika mulai melakukan riset ada baiknya prioritaskan lebih dulu
pada hal-hal yang praktis. Perlu di ingat bahwa film hanya dapat dibuat
berdasarkan dari apa yang dapat di rekam oleh kamera. Oleh karena itu saat anda
melaksanakan riset, harus selalu memperhatikan dan memikirkan aspek-aspek yang
ada untuk kepentingan gambar visual.Seorang dokumentaris atau sineas
dituntut memiliki visi visual (kepekaan visualisasi), ini bisa berasal
dari bakat alam (talenta) yang dibentuk melalui pendidikan
sinematografi.
Jalinan kerja sama antara Tim Riset,
Penulis dan Sutradara, harus serasi serta saling mengisi, karena komunikasi di
antara mereka akan terus berlangsung hingga menuju tahap penyelesaian penulisan
naskah (script). Diantara mereka juga harus saling membatasi diri pada
profesi masingmasing, tanpa harus mencampuri hal-hal yang bukan tugas atau
urusannya.
Dengan melakukan riset pendahuluan (preliminary
research) dapat membantu mendapat gambaran untuk mengembangkan ide yang ada
menjadi lebih mantap. Hal ini di lakukan melalui analisa visi visual di barengi
dengan orientasi kritis. Ide untuk film dokumenter di dapat dari apa yang di dengar dan di lihat, bukan berdasarkan imajinasi. Akan
tetapi untuk mendapatkan ide bagus tidak cukup hanya dari mendengar dan melihat
saja, karena tidak semua peristiwa penting dapat dijadikan tema film
dokumenter. Ide bagus masih membutuhkan orientasi lebih jauh lagi terhadap
semua informasi yang telah didapat. Kemudian berdasarkan visi kreatif
dikembangkan hingga mencapai kematangan konsep yang menarik. Banyak ide pada
awalnya tampak menarik tetapi setelah dilakukan orientasi lebih jauh dan
mendalam lagi, terasa bahwa hanya pada awalnya saja menarik tetapi selanjutnya
terasa hambar dan membosankan. Demikian pula dengan subjek yang akan kita
seleksi, harus dilakukan secara teliti dengan melakukan pengamatan dan
pendekatan yang baik. Kemampuan kreatifitas tinggi di imbangi dengan kepekaan
analisa visual, merupakan salah satu titik tolak membuat karya dokumenter yang
memukau.
Untuk menjawab permasalahan ini maka
sangat perlu dilakukan riset, meskipun tak dapat dipungkiri bahwa motivasi
untuk melakukan riset di Indonesia sangat minimal. Padahal untuk menciptakan
suatu karya seni maupun ilmu pengetahuan yang memiliki bobot visi dan misi,
melakukan riset adalah mutlak.
Melakukan riset berarti melakukan
pengumpulan data/informasi yang diperlukan untuk penulisan naskah. Riset untuk
dokumenter dilakukan terhadap sumber data dan informasi, yang umumnya dalam
beberapa macam atau bentuk data:
1.
data tulisan (buku, majalah, surat kabar, surat, selebaran,
dsb.)
2.
data visual (foto,film,video, lukisan, poster, patung,
ukiran, dsb.)
3.
data suara (bunyi-bunyian, musik, lagu, dsb.).
4.
data mengenai subjek, nara sumber, informan.
5.
data lokasi (tempat kejadian/peristiwa). Berangkat dari
hasil riset di bentuk suatu kerangka global mengenai arah dan tujuan penuturan,
serta subjek-subjek yang akan menjadi tokoh (karakter) di dalam tema
film. Kemudian penulis naskah dan sutradara mengevaluasi transkrip hasil riset,
untuk mengetahui serta menetapkan dengan pasti:
·
Mana informasi yang penting dan yang kurang penting.
·
Bagian informasi mana yang perlu diperdalam dan diperluas lagi.
·
Pada bagian mana sebab dan akibat dari peristiwa, dapat
digunakan sebagai penunjang aspek dramatik. Ini penting agar anda dapat
menyusun struktur penuturannya.
·
Mana bagian utama dan mana bagian pelengkap untuk memberikan
makna pada film. Ini penting demi efisiensi kerja ketika melakukan shooting nanti, agar anda tak perlu mengalami
kekurangan atau kelebihan stock shot.
Baik penulis maupun sutradara harus
mengetahui materi apa saja yang diperlukan guna melengkapi visual, yang tak
ditemui atau yang tak dapat di shot di lokasi peristiwa. Misalnya pengumpulan
materi film/video (footage) dari lembaga arsip, museum, dan sinematek.
Kadang kita juga perlu membeli dari stasiun televisi atau perusahaan film
swasta atau pemerintah. Bila kita membuat film kompilasi maka seluruh materi
berdasarkan dari arsip/dokumentasi (footage) film/video, yang harus dikumpulkan
dan di seleksi dalam waktu cukup lama. Dokumentaris Belanda, Vincent Monikendam
yang membuat film dokumenter kompilasi berjudul “Mother Dao”, mengatakan
bahwa untuk filmnya ini dibutuhkan waktu dua tahun lebih untuk mengumpulkan dan
menyeleksi materi footage yang terdiri dari potongan-potongan film hitam putih
lama. Film dokumenter Monikendam merupakan kompilasi dari arsip film
hitam-putih yang di rekam di Indonesia sejak tahun 30an hingga 50an.
Sangat membantu bila menggunakan alat
perekam audio (tape recorder), ketika melakukan riset, untuk
mewawancarai orang-orang yang akan dijadikan subjek atau nara sumber. Karena
dari hasil rekaman suara sutradara dapat mengetahui apakah subjek memiliki
volume vokal yang keras atau lembut, artikulasinya jelas atau tidak, kemudian
ritme dan gaya berbicaranya membosankan atau tidak, bagaimana mimiknya (ekspresi) bila berbicara dan seterusnya.
Kegunaan lainnya ialah apabila subjek anda belum pernah diwawancarai, maka
dengan tape recorder dapat melatih atau membiasakan dirinya, terutama bila
nanti dihadapan sorotan kamera.
Tokoh dan Nara Sumber
Didalam merancang atau menyusun
penulisan naskah, peranan antara tokoh dan nara sumber perlu dijelaskan. Tokoh
atau subjek utama didalam film dokumenter memiliki peranan fungsional untuk mengetengahkan
realita dari suatu peristiwa, dengan tujuan memberikan sentuhan dramatik pada
cerita anda. Sedangkan nara sumber dapat berperan sebagai sumber informasi saja
atau dapat pula sebagai subjek pembantu. Akan tetapi jangan terlalu diabaikan
karena subjek pembantu juga dapat mengentalkan unsur dramatik.
Sejumlah pertanyaan di bawah ini perlu dikaji sebagai
cara melakukan seleksi, untuk menemukan subjek yang betul-betul tepat sesuai
dengan tema.
·
Dengan mengacu pada hasil riset, penulis dan sutradara dapat
menganalisa, apakah subjek yang di pilih sudah tepat sebagai pemeran atau
sebagai nara sumber ?.
·
Apakah peranan tokoh ini sebagai informan cukup penting, serta
mampu mengekspresikan tema tersebut dan memberikan unsur dramatik?.
·
Apabila peran subjek hanya sebagai nara sumber, maka
menampilkannya cukup liwat komentar atau narasi saja (off screen)
dilengkapi dengan ilustrasi gambar.
·
Apabila mengenai suatu aksi, penulis harus menganalisa apakah
aksi dari subjek tersebut yang perlu ditampilkan dalam cerita atau tidak ?.
Mengetengahkan gaya bertutur
potret/biografi dengan subjek yang sudah tidak ada (wafat) perlu
pendekatan khusus untuk menentukan aspek kreatif dalam penyuguhannya. Maka
untuk mengisi sugesti dari ketidak hadiran sang tokoh, ditampilkan hal-hal yang
berhubungan erat dengan kehidupan si tokoh. Misalnya menampilkan nara sumber
yang sangat dekat dan intim dengan subjek, seperti teman, saudara, kerabat
keluarga, sekaligus sebagai saksi hidup yang mengetahui perjalanan hidup dan
peranan si tokoh didalam peristiwa itu. Atau dapat pula menampilkan benda-benda
atau materi yang merupakan identitas dan simbol dari figur si tokoh. Pendekatan
ini dapat memberikan perincian kongkrit, sebagai sketsa dari ketidak hadiran
sang tokoh tersebut.
Teori film mengatakan bahwa setiap
penonton akan mengidentifikasikan dirinya pada salah satu tokoh dalam cerita
film. Hal ini dilakukan karena simpati atau semacam pengenalan diri (identitas)
dari si penonton itu sendiri, dimana sikap ini dilakukan tanpa sadar. Beranjak
dari teori ini, tak ada salahnya menggunakan metode tersebut untuk memilih
tokoh-tokoh serta membangun karakter yang akan dimunculkan pada film.
Pendekatan subjek
Pendekatan terhadap subjek merupakan
proses penting, dari mulai riset hingga shooting nanti. Pendekatan seorang
dokumentaris berbeda dengan pendekatan riset para ilmuwan sosial seperti
antropolog atau sosiolog terhadap respondennya. Metode riset dan pendekatan
untuk film dokumenter bukan melalui pengumpulan kuesioner atau angket yang
biasa dilakukan dalam suatu penelitian sosial. Akan tetapi dokumentaris harus
terjun langsung dan mengadakan komunikasi (dialog) antar manusia yang
sederajat dengan subjeknya. Dengan demikian bila perlu dokumentaris tinggal
bersama subjeknya untuk memahami bagaimana kehidupan dan karakter subjek dalam
keseharianya. Baik buruknya pendekatan yang anda lakukan terhadap subjek, itu
akan terlihat pada saat melaksanakan shooting dan wawancara.
Dokumentaris harus memahami betul
bagaimana subjek menilai dirinya sendiri serta menilai dunia diluar pribadi dan
lingkungannya (view from within and view from without). Kita tak bisa
memahami subjek secara generalisasi atau komparatif seperti yang diterapkan
dalam metode riset ilmu sosial. Dokumentaris harus observasi langsung terhadap
objek atau subjeknya, dari situ baru di dapat suatu visi untuk kepentingan
visual.
Pendekatan juga merupakan suatu
langkah awal produksi, untuk menciptakan suatu komunikasi antar manusia.
Komunikasi antara tim produksi secara intern, serta kominunikasi dengan subjek
serta lingkungan terkait seperti birokrasi setempat. Pendekatan yang baik akan memberi rasa intim pada subjek,
sehingga dapat memberikan kepercayaan penuh kepada orang yang nanti akan
merekam, wajah, suara, serta kisah hidupnya. Sebab itu anda perlu melakukan
kunjungan beberapa kali terhadap subjek, atau tinggal bersama subjek selama
melakukan riset hingga shooting. Tindakan ini dapat menghilangkan kesan asing
dari diri subjek terhadap anda, selain itu dapat lebih mendalami normalisasi
kehidupan subjek, yang mungkin sebelumnya luput dari pengamatan. Selain itu
keintiman hubungan dokumentaris dengan subjek akan lebih terjalin lagi. Dan
jangan lupa, dalam melakukan kunjungan beberapa kali, perlu selalu
mempersiapkan pertanyaan-pertanyaan baru, untuk melengkapi data riset.
Kunjungan yang berkesinambungan
dengan pendekatan khusus lebih diperlukan pada dokumenter sejarah, demikian
pula pada bentuk portret biografi. Pendekatan pribadi yang intim hasil
kunjungan beberapakali, akan membuat subjek merasa lebih percaya dan lebih
bebas menceritakan tentang dirinya. Hal ini sangat bermanfaat bagi pengumpulan
informasi yang di butuhkan, terutama data/informasi yang di anggap peka (sensitif)
bagi subjek dan lingkungannya.
Apabila subjek anda adalah masyarakat
awam maka saat melakukan kunjungan awal cukup hanya membawa buku catatan kecil
saja, jangan perlihatkan kesan terlalu formil kepada subjek, yang mana dapat
menimbulkan rasa gugup bagi subjek. Mengenai apa yang sudah kita ketahui
mengenai diri subjek serta informan atau nara sumber mana saja yang sudah
dihubungi untuk mengorek informasi mengenai subjek, perlu kita jelaskan. Jangan
menutupi atau bersikap yang dapat menimbulkan kecurigaan subjek terhadap anda.
Berilah kesempatan pula bagi subjek untuk menanyakan hal-hal mengenai diri anda
dan tim kreatif lainnya, agar rasa percaya serta hubungan antar pribadi menjadi
lebih erat. Kadang dapat terjadi di saat melakukan wawancara ada informasi yang
terlewatkan, hal ini disebabkan adanya rasa tegang dalam diri subjek, sehingga
mengganggu dan menghambat daya ingatnya. Hal ini perlu diperhatikan, karena
tidak mudah untuk berbicara secara lancar dihadapan sorotan kamera.
Partisipasi dan Observasi
Metode penelitian yang dilakukan pada
ilmu Antropologi Budaya dengan cara melakukan observasi partisipasi. Metode dan
teori ini dikembangkan oleh Antropolog B.Malinowski ketika melakukan penelitian
pada masyarakat etnik Trobiand di daerah Papua Nugini. Dimana dilakukan suatu
interaksi mendalam antara si peneliti dengan pihak-pihak yang diteliti (responden).
Malinowski berpendapat bahwa, suatu hasil penelitian yang baik dan akurat akan
berhasil, tergantung dari berapa lama si peneliti tinggal dan bergaul di dalam
masyarakat yang ditelitinya itu. Makin lama si peneliti bergaul dan tinggal
bersama para respondennya itu, maka hasil penelitiannya pun makin memiliki
bobot akurasi yang memuaskan.
Metode riset partisipasi observasi
dapat di terapkan dalam kepentingan riset bagi film dokumenter, selain
melakukan observasi terhadap subjek, akan lebih baik lagi bila anda ikut
berpartisipasi di dalam kegiatan sehari-hari subjek serta lingkungannya.
Sehingga rasa kekeluargaan antara tim produksi dengan subjek serta lingkungan
masyarakatnya makin terjalin. Selama melakukan partisipasi anda terus melakukan
dialog baik formal maupun informal, untuk terus menggali informasi dari subjek
yang dapat menambah masukan bagi penulisan nanti. Disamping akan terus
memperluas wawasan visi visual dan evaluasi anda terhadap tema, serta subjek.
Perpaduan dari pandangan yang berbeda antara dokumentaris dengan subjeknya,
akan menjadi bahan olahan yang selalu baru dan terus berkembang.
Selanjutnya baik audio maupun visual
yang terekam nanti, merupakan hasil pengamatan dan penilaian anda terhadap
pengalaman subjek, dikombinasikan dengan penilaian subjek terhadap
pengalamannya sendiri. Dengan demikian akan terekam nanti suatu perimbangan
antara subjektifitas dan objektifitas pada suatu peristiwa pengalaman seseorang
secara akurat.
Ini merupakan usaha untuk merekam
realita peristiwa atau pengalaman hidup seseorang, agar menghasilkan suatu
karya dokumenter yang minimal memiliki keseimbangan objektif. Meskipun harus
disadari bahwa mencapai tingkat pandangan objektif adalah sebuah obsesi, karena
semua teori film sudah di mulai dengan visi subjektif sinematografis. Akan
tetapi keutuhan mengetengahkan sebuah fakta peristiwa tetap merupakan tuntutan
moral.
Suatu hal penting untuk di ingat
bahwa ketika anda melakukan shooting, jarak antara anda sebagai dokumentaris
dengan subjek anda harus ditetapkan batasannya dengan jelas. Anda tak boleh
hanyut pada emosi yang diekspresikan subjek anda, hal ini dapat mengakibatkan
visi objektifitas anda akan terganggu bahkan terpengaruhi oleh subjektifitas
opini subjek anda itu. Secara profesional harus disadari bahwa anda sedang
membuat film dokumenter, bukan sedang menjadi pendengar yang baik mengenai
keluh kesah seseorang.
Penulisan Konsep
Sebagai langkah awal untuk menawarkan
ide, anda perlu menyusun sebuah tulisan naskah rancangan (draft) untuk
diajukan kepada pihak-pihak yang berminat. Menulis draft naskah bukan berarti
seperti menulis catatan kecil saja, tetapi kita harus menuliskan semua
informasi dari transkrip data riset. Umumnya draft naskah di tulis dalam
susunan pembagian sekwens (sequence), agar nanti pada saat
merampungkannya pada tahap produksi, dapat dijabarkan secara terperinci dalam
susunan shot dan adegan yang lebih jelas. Tulisan draft pun harus lengkap dan
jelas menerankan ruang dan waktu pada setiap sekwens, karena ini merupakan
bagian dari isi proposal yang akan diajukan pada sponsor. Setelah anda
menetapkan bentuk penuturan apa yang menjadi gaya dan struktur film anda, maka
perlu disampaikan dalam naskah, ini merupakan salah satu daya tarik yang dapat
anda ajukan kepada sponsor.
Pada prinsipnya penyusunan konsep
naskah film dibagi dalam lima tahapan: Ide, ini merupakan jantung dari sebuah karya seni, konsep struktur
dan batasan dari isi keseluruhan cerita.Treatment/outline, merupakan sketsa dasar yang dapat memberikan gambaran pendekatan
dan keseluruhan isi cerita. Di pihak lain treatment merupakan materi presentasi
untuk menawarkan ide anda kepada produser/sponsor. Treatment mutlak diperlukan bagi documenter, meskipun bentuk
treatment tak ada yang baku. Naskah Syuting (shooting script), meskipun kadang ini tak dilakukan dalam produksi dokumenter yang
menggunakan metode Cinema Verite dan Direct Cinema, tetapi sangat penting untuk
mendapat gambaran kongkrit dan jelas sebagai cetak biru atau master plan.
Deskripsi mengenai audio dan visual akan menjadi acuan sutradara untuk
menentukan visualisasi shot, susunan adegan hingga sekwens. Naskah ini juga
memberikan kejelasan bagi setiap pihak yang ikut dalam Tim Produksi, agar dapat
memahami apa yang harus dikerjakan sesuai dengan propesi dan posisi
masing-masing. Naskah Editing (editing script),naskah ini
merupakan penentuan visualisasi struktur cerita. Meskipun bentuk penulisannya
tak begitu berbeda dengan shooting script, tetapi isinya dapat saja berlainan
mengenai konstruksi shot, adegan (scene), sekwens (sequence).
Tidak aneh bila editing script dapat mengalami beberapa kali perubahan, karena
proses editing (penyuntingan) juga melalui beberapa tahapan hingga mencapai
hasil akhir (final). Naskah Narasi (narration script), ini lebih merupakan susunan penulisan narasi yang nantinya akan
di bacakan oleh seorang narator sebagai voice over ketika mixing. Umumnya
dokumenter sejarah atau biografi menggunakan narasi, juga gaya dokumenter
konfensional seperti dalam format penayangan di televisi.
Semua prinsip struktur dalam metode
penulisan naskah (script) tak perlu dijadikan suatu peraturan baku,
tetapi gunakanlah sebagai alat bantu yang berfungsi menjelaskan apa dan
bagaimana film tersebut akan di sampaikan. Setiap struktur cerita baik pada
skenario fiksi maupun non fiksi, memiliki logika dan kekuatannya
sendiri-sendiri.
Bila membuat film edukasi (pendidikan/penyuluhan)
atau instruksional, sebelumya perlu memperhatikan untuk kelompok sasaran mana
film ini ditujukan. Misalkan membuat tema mengenai penyakit kangker, bila
sasarannya untuk umum maka cukup menjelaskan penyebabnya, gejalanya, serta
akibatnya secara umum pula. Karena penonton harus mampu menangkap dan mengerti
secara mudah informasi apa yang disuguhkan, dimana realita tersebut dapat
dilihat dan dirasakan dalam kehidupan sehari-harinya. Apabila sasarannya pada
kelompok khusus, seperti mahasiswa kedokteran, perawat, petugas penyuluhan
kesehatan, maka sutradara perlu mengetahui terminologi medis yang berhubungan
dengan suatu penyakit, atau menggunakan penasihat ahli bidang medis.
Dari hasil riset penulis kurang lebih
sudah mengetahui bagaimana struktur penuturan yang akan disusunnya. Penulis
juga mengetahui gambaran apa yang dapat divisualisasikan, dan
kemungkinan-kemungkinannya. Apabila harus menggunakan materi visual (footage)
harus diteliti lebih dahulu apakah masih layak pakai atau tidak. Materi visual
yang bisa didapatkan, merupakan faktor penting atau faktor kemudi bagi
penulisan dokumenter.
Sering pula terjadi informasi yang
terkumpul dari riset terlalu banyak, sehingga penulis kesulitan untuk
menyeleksi informasi mana yang tepat untuk tema. Hal utama yang menjadi titik
tolak seleksi informasi ialah, penulis dapat mengawalinya dengan mengamati hal
utama dari peristiwa, sehingga mampu melukiskan konflik-konflik yang ingin
diungkapkannya. Kemudian setelah itu penulis dapat menganalisanya lebih jauh,
untuk mengkongkritkan akurasi informasi yang ada, serta yang masih dibutuhkan.
Suatu hal yang menjadi kenyataan bahwa tidak ada penulisan skenario yang sempurna,
setiap penulis memiliki gaya pendekatan kreatif yang berbeda.
Naskah awal untuk dokumenter biasa
dibuat dalam bentuk Treatment, tetapi ada pula yang dalam bentuk skenario
kasar. Maksudnya kasar disini adalah isi naskah tidak menampilkan detil aspek
filmis seperti tipe shot, isi dialog wawancara, posisi kamera (camera angle)
dan lain-lainya. Pembaca draft naskah cukup diberi informasi mengenai apa isi
dan susunan penuturan di dalam film dokumenter tersebut. Bagi penulis sendiri
untuk menyerahkan ide cerita ke sponsor sebelum perjanjian atau kontrak kerja
di sahkan, lebih baik dalam bentuk draft. Karena penanganan terhadap pelaku
tindakan hukum terhadap pembajakan hak cipta di Indonesia belum mampu memberi
jaminannya secara menyeluruh, oleh karena itu tak ada ruginya anda melakukan
antisipasi.
Treatment
Penulisan treatment untuk produksi
dokumenter memiliki fungsi penting. Fungsi treatment tak hanya menuliskan
tentang urutan adegan (scene) dan shot saja, tetapi harus ditulis secara
kongrit keseluruhan isi yang berkaitan dengan judul dan tema, sehingga
merupakan The Treatment of
TheStory.
Umumnya ketika memulai melakukan shooting, sutradara cukup mengacu pada
treatment karena selain penulisan skenario memakan waktu lama, juga dianggap
oleh sebagian dokumentaris dapat mengekang kebebasan. Karena seorang sutradara
dan penata kamera selalu harus siap dan peka selalu ketika mengikuti adegan
demi adegan yang berlangsung dalam peristiwa tersebut, bahkan kadang adegan tak
terduga (spontan) dapat saja
terjadi saat perekaman gambar (shooting). Skenario baru ditulis pada
saat memasuki tahap proses paska produksi untuk kepentingan editor, itupun
sudah dalam bentuk naskah editing (editing script). Akan tetapi pada
beberapa bentuk penuturan dokumenter, skenario sangat dibutuhkan sebagai cetak
biru yang lengkap diatas kertas.
Pada beberapa dokumenter memang
diperlukan naskah seperti dokumenter sejarah, dokumenter pendidikan dan
instruksional, dokumenter film kompilasi dengan menggunakan sejumlah footage.
Bentuk penuturan potret/biografi umumnya juga mengandalkan skenario. Dokumenter
sejarah umumnya dituturkan secara kronologis, sehingga kreatifitas editor
diperlukan untuk menginterpretasikan rancangan kronologi penuturan yang sudah
di susun penulis naskah beserta sutradara. Mungkin pada dokumenter yang tidak
memerlukan sisipan footage film, treatment kadang dibuat secara step out-line
saja. Dimana susunan adegan dan pengambilannya ditulis pada out-line. Akan
tetapi pada prinsipnya minimal anda membuat treatment yang baik agar rekan
kerja anda pun dapat memahami apa ide anda dan apa yang diinginkan dari film
tersebut.
Di dalam treatment harus di jelaskan
mengenai apa yang akan divisualkan atau direpresentasikan dalam dokumenter
tersebut. Penempatan narasi dan komentar, khususnya pada adegan dimana visual
tidak mampu menyampaikan informasi yang dibutuhkan penonton, harus
diinformasikan di dalam treatment, meskipun isi narasi tak perlu ditulis secara
kongkrit. Apabila ada wawancara maka dalam treatment perlu pula dijelaskan, meskipun
isi wawancara tidak perlu ditulis secara menyeluruh, dengan memberikan catatan
pada bagian isi wawancara yang utama. Selain itu sebuah treatment juga sudah
memberikan alur cerita jelas, serta atmosfir bagi penataan suara yang
diperlukan.
Berikut ini diketengahkan contoh
sebuah Treatment yang merupakan bentuk umum di dalam dokumenter. Ini bukan
bentuk baku karena ada pula tretament yang ditulis lebih sederhana lagi
sehingga seperti sebuah catatan, di pihak lain ada pula treatment yang
penjabarannya lebih luas dari pada contoh dibawah ini. Segala bentuk treatment
di tulis sesuai dengan kemauan dan kebutuhan dari si pembuat itu sendiri. Akan
lebih menarik bila isi treatment dilengkapi pula dengan sejumlah gamabr visual
hasil riset.
Publikasi:
Yayasan Komunikatif
www.komunikatif.org
Yayasan Komunikatif
www.komunikatif.org