Sekilas Tentang Sejarah Sinema


cinematographe.jpglumiere.jpg
Sejarah awal sinema diawali dengan digunakannya Cinematographe milik Lumiere bersaudara yang merupakan modifikasi dari alat Kinetoscope ciptaaan Thomas Alfa Edison.
Kalau sebelum nya menonton film dilakukan dengan cara mengintip gambar bergerak dari satu lobang secara bergantian, maka Cinematographe menandai dimulainya era pertunjukan film yang bisa dilihat untuk orang banyak. Pada tahun 1895 tepatnya tanggal 28 Desember untuk pertama kalinya puluhan orang berada didalam satu ruangan menonton film yang diproyeksikan ke sebuah layar lebar. Lumiere bersaudara menyewa sebuah ruang bilyard tua di bawah tanah di Boulevard des Capucines – Paris yang kemudian dikenal sebagai ruang bioskop pertama didunia. Tempat itu kemudian dinamakan Grand Cafe yang tiba-tiba menjadi begitu populer di Eropa. Ribuan orang berbondong-bondong ingin menonton film buatan Auguste dan Louis Lumiere. Saat itu pengalaman menonton film dalam sebuah ruangan adalah suatu hal yang sama sekali baru bagi orang-orang pada waktu itu.
pic_kinetoscope.gifpic_edison-1847-1931.gif
Thomas Alfa Edison (1847 – 1931)
jazz-the-singer-1927.jpg
jazz3.gif
Setelah itu ada banyak upaya untuk membuat film, tetapi masih kategori film bisu. Pada masa film bisu, pertunjukan film umumnya diiringi dengan musik secara langsung sebagai ilustrasi musiknya.
Kemudian seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 1927 seorang sutradara bernama Alan Crosland untuk pertama kalinya membuat film The Jazz Singer dengan menyajikan secara lengkap musik, nyanyian, serta dialog. Walau masih dalam format warna hitam putih.

Perkembangan film di Indonesia yang menyajikan unsur gambar dan suara yang menjadi satu sendiri diawali dengan diproduksinya film berjudul Terpaksa Menika, dengan sutradara, Penata Fotografi, dan Suara oleh G. Krugers pada tahun 1932.
Pada waktu itu promosi film tersebut adalah “100% bicara, musik, dan nyanyi. Lebih terang, bagus, kocak, dan ramai dari Njai Dasima…”
Tahun 1952 adalah awal sebuah produksi film berwarna pertama Indonesia yang berjudul Rodrigo de Villa (sutradara Gregorio Fernandez & Rempo Urip), Director Of Photography E. ROSALES, Composer Q. VELASCO.
Dengan para pemain RD Mochtar, Netty Herawati, Rendra Karno, Darussalam, Sukarsih, Nana Mayo, Astaman, Awaludin, Djuriah, A. Hadi, H. Asby, dan Pete Elfonso.
Seluruh produksi film tersebut dikerjakan di Studio LVN Manila – Filipina.
Setelah itu mulai dari tahun 1968 barulah muncul film-film format warna dalam produksi perfilman Indonesia.

Era Video

Lebih dari seratus tahun kemudian teknologi perfilman telah berkembang pesat. Dengan ditemukannya Video yang unggul dari segi kemudahan. Video dapat merekam suara dan gambar dalam satu medium pada saat yang sama. Kelebihan lainnya bobot dari kamera video itu sendiri lebih ringan dan mudah dioperasikan.
Jenis
Ada beberapa jenis film (genre) yaitu fiksi dan non fiksi. Yang termasuk dalam jenis film non fiksi adalah film dokumenter. Film dokumenter bisa berisi tentang alam dan manusia dengan cara hidupnya yang beragam.
Sedangkan untuk jenis film fiksi mencakup drama, suspense atau action, science fiction, horo, dan film musikal.
Dari segi durasi film bisa dikelompokkan menjadi film panjang dan pendek. Film panjang biasanya berdurasi 60 menit atau lebih. Sedangkan film pendek durasinya kurang dari 60 menit.
Bagi para pemula di bidang perfilman tentunya akan lebih mudah untuk berlatih dalam membuat sebuah film pendek terlebih dahulu. Sebagai contoh Rudi Soedjarwo dan timnya mengawali debutnya dengan membuat film pendek berjudul Bintang Jatuh dan Tragedi.
The Lumiere Brothers’ – First films (1895)
La Mer (The Sea) Penayangan perdana di Grand Cafe – Paris